“Gok…. mangkel aku, lapo lapo gak oleh, metu pondok gak oleh, izin moleh ketat, moleh dewe kenek keamanan, angel… angel….” kata orang tersebut. Siang itu mentari yang berbinar menyinari tempat gelap itu mulai, tertutup oleh gumpalan asap kelabu rokok “iyo… gok, aku dewe yo ngono, sekolah akeh tanggungan, pondok kakean acara, seng apalan apalan barang” jawab orang yang berada disampingnya, di tempat itu, disaksikan oleh kopi yang mereka seduh, matahari yang menjadi saksi bisu semua perbuatan mereka. Tempat berisikan banyak hal mereka kalut dalam pembicaraan, tawa, dan keluh kesah. Bersedih dengan jalan yang sudah mereka dan tanggung jawab mereka sendiri.
Sang angin angin barat yang bertiup lembut, bergelantung di dahan dahan pohon, menggerakkan ranting ranting dan rerumputan dengan siulannya, dia bersedih atas apa yang telah dia dengar “apa ini tempat yang dikoar koarkan sebagai tempat yang diisi oleh manusia yang katanya beradab dan berilmu” batinnya, tempat itu pun seketika terasa kering karena sedih sang angin.
Matahari mulaai terbenam, setelah dilaaksaanakannya sholat ashar, Sholawat burdah mengalir melalui speaker masjid, ke kamar kamar santri, menandakan ngaji sore akan dimulai, sang angin pun mulai bertiup ,dia sampai di pohon sawo melihat semua yang terjadi disana, dia melihat banyak manusia berkumpul disana, yang duduk didepan berbicara menggunakan mic memperdengarkan pengetahuan, sedangkan yang dibelakang tidur, saling berbicara dengan yang lain, majlis dalam majlis pun banyak terjadi, inikah katanya manusia yang menuntut ilmu, mereka yang sama sekali tak menyandang adab.
Sang matahari mulai menyingsing, dia yang sekali lagi akan pergi kembali ke pusaranya meninggalkan manusia daalam takdir mereka, cahanya pun mulai menghilang, digantikan oleh Cahaya palsu sang bulan, dalam naungan sinarnya sang angin mulai melanjutkan perantaunnya yang tiada akhir, dalam perjalannya dia melantunkan senandung duka, dalam sembilu sedih dia mengabarkan pada semua, tentang manusia yang katanya berakal, tentang manusia yang katanya berhati, tapi tak pernah menggunakaan akal dan hatinya, seakan akan menjadi hewan atau bahkan lebih rendah, tentang manusia yang tak pernah merasa.
Cuaca seakan akan pecah, senandung sang angin didengar oleh semuanya, pohon menggugurkan daunnya, burung malam melagukan melodi sedih dalam siulannya, air yang menggenag di jalan menguap, aspal aspal menguap bersama kekesalan semuanya, tentang ironi dunia yang lebih pahit dari butrowali dari sambiroto. Dalam suratan takdir manusia bisa merasakan semua yang terjadi dengan hati mereka, karenan memang itulah fungsi hati.
Dalam desir angin malam yang kering lewat melalui ventilasi kamar, membawa senandung duka sang angin, suara hilir mudik kendaraan dan hewan malam menjadi lagu pengantar tidur. Sang bulan sedang dalam berada dalam garis edarnya merefleksikan Cahaya matahari dalam garis Tengah, dia yang tergeletak ada dalam selimut gelap malam, dalam hawa yang dingin mendengarkan cerita semuanya, dia berfikir serta mencoba meng angan semua yang terjadi disekitarnya dengan kompleks, dia bertanya:
“apa tujuan santri?”
Setiap santri melalang buana dari rumah masing masing, menuju penjaraa yang mereka sebut sebagai pondok. Mungkin beberapa dari mereka pernah menginginkannya saat di rumah, beberapa karena dipaksa entah karena orang tua maupun keadaan finansial yang tidak memadai. sesuatu bermula ketika mereka berada ditempat pondok, mereka bukan lagi orang biasa melainkan sudah menyandangg tittle santri, maka mereka pun terkena takhlif, untuk mentaati rukun rukun santri dan batas batas yang telah ditetapkan bagi santri. Rukun rukun tersebut yakni:
1. Sholat jama’ah
2. Sekolah serta diniyah
3. Mentaaati peraturan pondok
Maka dengan adanya hal hal tersebut segala hal yang pada awalnya berhukum mubah jika dirtabrakan dengan rukun rukun yang ada dan terjadi sebuah ketidak selarrasan maka mereka menjadi berhukum makruh sampai haram, karena paada dasarnya melanggar apa yang telah ditakhlifkan pada mereka adalah berhukum haram, seperti halnya melanggar peraturan negara Indonesia baagi rakyat indonesi. maka menjual dan membeli rokok, memang pada awalnya rokok merupakan haal yang mubaah, akan tetapi dalam pondok memiliki peraturan untuk tidaak merokok maka sekarang dia berhukum haram, kecuali bagi beberapa santri yang memang tidak tertakhlif peraturan pondok, maka antara keduanya tidak dapat dibandingkan.
Setiap orang kesini dengan membawa pikiran, tujuan, obsesi, angan angan serta kepribadian yang berbede beda bagi setiap orang, tapi ketika merka kesini dan menjadi santri maka sekarang mereka memiliki tujuan sama, yakni:
Berkiprah pada Masyarakat
Berguna pada mashlahah negar
Mengabdi pada agama
Adapun untuk merealisasikannya membutuhkaan:
Pengetahuan yang kompleks, khususnya mengenai
Tata krama yang baik, pada setiap orang dan dalam setiap serta dalam setiap kondisi
Segala hal tersbbut menjadi adalah hal yang diperlukan untuk memenuhi esensi menjadi seorang santri
Untuk menggapai semua hal tersebut membutuhkan memerlukan usaha yang juga tidak sedikit. Pengetahuaan didapaat malelaui pola pengajaaraan yang baik, sedangkan tata krama diperoleh dari kebiasaan baik yang sudah ditetapkan melalui peraturan peraturan pondok yang ketat, segala hal yang ada di pondok membentuk santri menjadi manusia yang kuat dan kebaal baik secaraa mental maupun fisik.
Menjadi suatu masalah ketika seorang santri melupakan arti menjadi santri, mengabaikan peraturan dan batas batas yang telah ditetapkan, mondok menjadi tak berarti, dia tak lebih hanyalah kotoran yang ada di ujung kest, hewan yang menyia nyiakan uang orang tuanya, orang berhati yang tak mengenal kebaikan. Mereka yang beraklhir dengan kembali kerumahnya hanya denga membawa sedikit hasil, dan menghabiskan sisa hidupnya dengan melampiaskan segala hal yang sudah terpendam saat dipondok. Tapi di zaman bobrok ini mondok dan menjadi santri sudah merupakan hal baik tersendiri, sungguh ironi yang menyedihkan.
Saklar lampu ditekan, Cahaya terang keluar dari bola lampunya, Cahaya baru menggantikan kegelapan,
Ada manusia yang masuk melalui pintu kamar, dia mengambil minum lalu pergi dan mematikan lampu kembali, kini ruangan ini kembali gelap, disini sesak diisi banyak manusia tidur, mengeluarkan karbon dioksida. Sedangkan dia yang ditinggalkan tergeletak dilantai merenungi semuanya, berpikir tentang kebenaran dan ironi dunia.
“lantas sekarang apa tujuan menjadi santri?”
Apakah sebutan santri hanya sebuah title belaka, bagi mereka yang berada di pondok?, jika memang begitu mengapa mereka harus susah susah pergi ke pondok?
Arti menjadi sebuah santri berarti tentang berjuang lebih keras dari biasanya, menjadi santri berarti merubah mendset mendset bodoh yang dimiliki oleh orang orang biasanya, menjadi seorang santri berartisiap menghadapi segala hal, menjadi santri berarti mengabdi, ngaji dan berdzikir, dan hal hal hebat lain yang didapatkan melalui perjuangan keras.
Adzan shubuh telah dikumandangkan, beberapa santri beranjak bangun dari tidurnya, matahari telah memperlihatkan kilauan jingganya, suara suara burung pagi mulai terdengar, nanti semuanya akan bangun, melakukan keniasaan kebiasaan yang jarang ditemukan selain disini, dia yang digeletakkan sembarangan, yang dilupakan oleh pemiliknya, yang tidak diberikan pikiran, memikirkan sesuatu yang ada pada manusia yang bisa berfikir
By: MSR
Beri Komentar