“Allahumma Baarik lanaa fii rojaba wa sya’bana wa ballighnaa romadhon”
“Ya Allah, berikanlah keberkahan terhadap kami di bulan Rajab dan Sya’ban. Hingga kami bisa sampai pada bulan Ramadhan.”
Adalah do’a yang familiar dilantunkan setiap memasuki bulan Rajab, terlebih imam masjid yang tiada henti berdo’a selepas sholat fardhu seperti mengisyaratkan betapa mulianya bulan Rajab dan memang do’a itu berdasarkan yang telah dilakukan Nabi Muhammad setiap bulan Rajab. Bahkan di setiap pengajian Al-Hikam malam selasa, Si Mbah Yai Moch. Djamaluddin A. selalu menjelaskan kisah-kisah yang terjadi dalam bulan Rajab, seperti perjalanan Isra’ Mi’rojnya Nabi, hijrah pertama Nabi, pembebasan Baitul Maqdits, serta penjelasan fadhilah ataupun kesunnahannya yang terdapat dalam bulan Rajab.
Selain itu, terlepas dari pengantin massal yang dihuni oleh puluhan pasang, bisa dibilang bulan rajab (acara Rojabiyyah) adalah moment yang dinanti-nanti oleh setiap santri maupun alumni, terutama dari Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin. Bulan Rajab seolah bulan miliknya karena mendekatkan alumni yang berjauhan untuk mengobati rindu terhadap Murobbi Ruuhina, berjumpa teman seperjuangan dan berbagi kisah setelah lama tak jumpa. Semua Santri yang di pesantrenpun selalu riang gembira mendengar kata Rojabiyyah karena diniyyah, ngaji wethon, dan takror diliburkan. Ribuan jama’ah juga turut berbondong-bondong tabarrukan dan memeriahkan peringatan Isro’ Mi’roj yang telah berjalan selama 20 tahun lebih ini.
Namun pada akhir-akhir ini dunia seolah berputar balik 360°. Adanya pandemi covid-19 merubah segalanya. Meredupkan keramaian, menjauhkan yang berdekatan, dan anti terhadap kerumunan. Covid-19 mengajarkan suatu bentuk persatuan yang berbeda dari hal-hal normal yang sering dilakukan seperti berkumpul, bersalaman, berpelukan untuk menyatakan rasa kekeluargaan dan saling membutuhkan. Karena dalam masa covid-19 ini peraturan justru mengharuskan orang untuk menjaga jarak, tidak bersentuhan, dan menjauhi kerumunan demi menjaga diri sendiri dan diri orang lain. Hal itu menyebabkan peringatan yang selalu dinanti-nanti setiap bulan Rajab ditiadakan. Pengantin massal, ISHARI, temu alumni, dan bertemu murobbi ruhiina ditiadakan. Semua pasti merasakan kehilangan moment ini. Akan tetapi bukan berarti dengan adanya wabah, seketika diam dan membisu tidak membuat tindakan. Karena “Berhenti berarti mati”, begitu kata Buya Husein Muhammad dalam salah satu artikelnya yang mengutip dari Mohammad Iqbal. Walaupun beberapa yang diharapkan tidak berhasil dilaksanakan, masih ada peringatan Rojabiyyah yang ditampilkan secara virtual seperti Tahlil Akbar. Santunan fakir miskinpun rupanya masih bisa terlaksana dan para alumni juga masih bisa memberi sumbangsih melalui beberapa jalur yang telah dikomandoi oleh segenap panitia. Memang tidak semeriah dan semaksimal seperti tahun sebelum-sebelumnya, setidaknya Rojabiyyah berjalan sebisanya. Maa laa yudroku kulluh, laa yutroku kulluh. Mending sitik, tinimbang ora blas.
Teringat puisinya Kh. Musthofa Bisri atau yang lebih akrab disebut Gus Mus dengan Judul Talbiyah dalam Kesendirian, di dalamnya bisa jadi berisi sindiran terhadap semua orang. Jangan- jangan selama ini semangat menjalankan aktifitas ibadah ketika dilihat banyak orang, jangan-jangan tekun datang ibadah ke masjid hanya untuk membanggakan ormas atau kelompok. Jangan-jangan selama ini ritual ibadah hanya untuk menyebarkan jumlah nominal yang diberikan. Maka dengan datangnya Covid-19 yang menyebabkan dilarangnya segala kerumunan, jangan-jangan bentuk partisipasi terhadap bulan rajab ataupun Rajabiyyah yang digelar secara sederhana juga menjadikan semangat surut karena tidak dipertontonkan. Jangan-jangan hanya karena dilakukan secara virtual, gelora kita dalam melaksanakan tabarrukan Rojabiyyah di bulan Rajab ikut pudar. Jangan-jangan……
Masih mengenai bulan Rajab, Selain disunnahkan Puasa 10 hari di awal bulan, Dalam kitabnya yang bernama Tabyiinul Ajabi bimaa warada fii syahri rojabi yang ditulis oleh Ibnu Hajar Al-Atsqolany ada sebuah sebuah hadis “Rojabun Syahrullah, wa sya’baanun Syahry, wa romadhonun syahru ummati”. Rasulullah memberitahukan bahwa bulan Rojab adalah bulan Allah, Sya’ban bulannya Nabi, dan Romadhon bulannya ummat Nabi. Rasulullah juga memberi penjelasan yang dimaksud bulannya Allah karena bulan itu bulan penuh ampunan. Pada bulan ini Allah melarang terjadinya pertumpahan darah, membebaskan Para Auliya’/kekasih-Nya dari cobaan (bala’) yang menyiksanya, dan menerima taubatnya para Nabi. Maka walaupun dalam masa pandemi Rojabiyyah tidak bisa digelar seperti biasanya, setidaknya masih bisa menjalankan kesunnahan dan berharap fadhilah di dalam bulan Rajab. Apalagi dalam hadis tersebut pada bulan rajab adalah dibebaskan ujian ataupun cobaan yang menimpa para kekasih-Nya. Sementara di lingkup pesantren tiada henti santri bermusyahadah dan berdampingan mencari ilmu dengan Mbah yai dan Abah yai yang keduanya adalah kekasih Allah. Barangkali dengan dekat kekasih-Nya, bisa terbebas dari virus Covid-19. Di bulan Rajab; semoga ampunan selalu menyertai, lekas selesai Pandemi.
Beri Komentar